Ada ironi pada jalur perdata yang dipilih korban pandawa

Setelah akhirnya bubar, korban pandawa kini menunggu bagaimana kelanjutan kasus pandawa. Ada satu hal yang menarik: gerakan korban yang salah arah bahkan ironis.

Pandawa mandiri group bisa jadi adalah kasus skema ponzi terbesar yang pernah ada di Indonesia. Dilihat dari cakupan operasinya dan lama beroperasinya, pandawa mandiri group mengalahkan kasus skema ponzi yang terkenal seperti langit biru ataupun cipaganti. Juga, sasaran dari Pandawa mandiri group yang lebih mengarah pada kalangan menegah keatas, membuat pandara mandiri group kemungkinan kasus skema ponzi dengan kerugian korban terbesar.

Yang menarik dari kasus pandawa mandiri group adalah: Ini kasus pertama di indonesia dimana para leader dalam jumlah besar ikut diciduk. Tidak seperti kasus ponzi lain yang hanya pimpinan/pendirinya saja yang diciduk.

Kasus pandawa juga termasuk kasus ponzi pertama yang dihentikan OJK sebelum skema itu benar-benar bubar dengan sendirinya (hampir bersamaan dengan kasus CSI).  Beda dengan kasus ponzi yang lain yang penanganannya menunggu skema bubar dengan sendirinya. Tentu ini adalah kemajuan dalam penanganan kasus ponzi di Indonesia.

Lalu bagaimana kelanjutannya?

Ini yang perlu ditunggu. Apakah kasus pandawa menjadi kasus ponzi pertama yang bisa menggantikan kerugian korban.

Bila menyimak penanganan kasus serupa di luar negeri, katakanlah di Amerika, garis besar penanganannya adalah sebagai berikut:

  • Pendiri dan antek-anteknya ditangkap dan harus ganti rugi. Antek adalah penyokong skema ponzi. Semua pihak yang mendukung berjalannya skema ponzi ditangkap. Termasuk tokok-tokoh masyarakat, konsultan investasi dan perbankan institusi lain yang dianggap membantu berjalannya skema ponzi.
  • Pihak yang untung, siapapun dia, harus mengembalikan keuntungan bersihnya.
  • Pihak yang rugi akan diganti kerugiannya, kecuali dia adalah orang yang dianggap tahu adanya skema ponzi tersebut.

Cara ini adalah cara yang paling adil, walaupun biasanya kerugian tidak dapat tercover seluruhnya.

Bagaimana dengan kasus pandawa? Meskipun penanganannya sudah merupakan kemajuan dibanding penanganan kasus serupa di Indonesia, tapi untuk dapat mengganti kerugian korban pandawa kelihatannya masih jauh. Mengapa? karena :

  • Hanya sebagian kecil antek-antek yang ditangkap. Ada ratusan leader dipandawa yang jelas-jelas sudah mengambil keuntungan dari pandawa dan terlibat dalam menyebarkan kebohongan di pandawa. Tapi hanya sekitar 30 orang yang ditangkap.
  • Belum ada upaya untuk memproses pihak-pihak yang sudah mengambil keuntungan dari pandawa. Ada pihak yang jelas sudah untung besar dan menarik investasinya tepat sebelum pandawa bubar,

Dua hal tersebut diatas akan membuat sulit bagi para korban untuk berharap dana mereka akan kembali. Bagaimana mungkin? Leader saja hanya sebagian kecil yang diproses. Pihak yang sudah ‘menang’ pun masih melenggang bebas. Otomatis sitaan yang akan dihimpunpun hanya sebagian kecil dari total kerugian nasabah.

Dampak lainnya adalah tidak ada efek jera pada orang-orang yang memang senang dengan permainan skema ponzi. Di Indonesia orang seperti ini banyak. Loncat dari skema ponzi satu ke skema ponzi lainnya. Juga, tidak akan membuat masyarakat hati-hati dalam memilih investasi.

Bagaimana dengan tuntutan perdata korban pandawa?

Beberapa korban pandawa sudah mengajukan tuntutan perdata kepada Pandawa Mandiri Group dan pendirinya dengan mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Bisa dilihat di berita ini. Arti dari PKPU tersebut adalah memberi waktu kepada pendiri pandawa group untuk membayar kewajibannya. Bila setelah tempo yang diberikan tidak mampu membayar, maka hartanya akan disita (dalam sita kepailitan) dan ujungnya adalah pengalihan hak harta tersebut kepada pemohon. Apakah akan berhasil? Saya yakin tidak. Mengapa?

Pertama karena harta pandawa mandiri group dan pendirinya sudah disita polisi sebagai barang bukti. Jadi statusnya adalah sita pidana. Di Indonesia, sita apa yang lebih tinggi masih simpang siur. Dalam beberapa kasus, sita polisi lebih unggul mengalahkan sita kepailitan. Bila itu yang terjadi, percuma saja menggugat perdata pandawa mandiri group ataupun pendirinya.

Kedua, kalaupun sita kepailitan bisa mengalahkan sita pidana (sita polisi), berapa harta yang bisa dikumpulkan dari seluruh harta pandawa mandiri group dan seorang pendirinya? Hanya sebagian kecil. Sebab sebagian besar dari dana para korban pandawa tersebar di semua leader dan pihak-pihak yang sudah mendapat keuntungan dari skema ponzi pandawa group.

Ada satu hal yang ganjil dari tindakan para korban pandawa. Sebagian dari mereka saat ini menggunakan Mukhlis Effendi, pengacara yang notabene dulunya adalah investor di Pandawa Group dan telah mendapat untung yang besar dari pandawa group. Mengapa ironi? Karena kalau kasus perdata yang benar, dan tujuannya ingin kerugian terganti, maka pada prosesnya para korban harus menggunakan hak aksio pauliana. Hak itu adalah hak untuk menuntut harta yang telah dialihkan oleh Nuryanto ke pihak lain, termasuk ke Mukhlis Effendi.

Jadi, menggunakan jalur perdata, apalagi melalui pengacara yang mantan investor pandawa yang telah untung besar, bukan saja kurang tepat, tapi juga sebuah ironi.

Lalu apa yang harus dilakukan para korban pandawa?

Yang terbaik adalah membangun suatu komuniasi sesama korban dan mendorong pihak kepolisian untuk memproses sebanyak mungkin pihak yang telah mengambil keuntungan dari pandawa group, baik pihak tersebut adalah leader maupun bukan. Makin banyak harta pihak tersebut disita, makin besar prosentase kerugian yang bisa dikembalikan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Scroll to Top